CNBTV.CO.ID – BALIKPAPAN – Komisi III DPRD Kota Balikpapan kecewa ketidakhadiran Camat Balikpapan Kota dan Lurah Klandasan Ulu, pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) pembahasan terkait eks lahan kebakaran di RT 9 Kelurahan Klandasan Ulu di ruang Rapat Paripurna, pada Selasa (14/5/2024).
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Balikpapan, Padlianoor seusai pelaksanaan RDP dengan sejumlah warga RT 9 Klandasan Ulu. Ia menyampaikan kalau masalah penataan ulang eks lahan kebakaran tersebut awalnya dianggap sudah selesai.
“Kami fikir masalah ini tadi sudah clear, pertemuan pertama kami meminta Camat dan Lurah untuk memfasilitasi masalah-masalah yang ada di lapangan. Tenyata pada pertemuan hari ini, terkait legalitas tanah itu nggak clear dan ada sebagian masuk di lahan Pemkot,” ucap Padliannor.
Padlianoor mengaku kecewa dengan tersebut. Sebab tidak hadirnya Camat Balikpapan Kota dan Lurah Klandasan Ulu yang hanya diwakili oleh kepala seksinya (Kasi).
“Sementara ini terjadi di wilayahnya dia, tapi mereka nggak hadir. Saya nggak tahu alasannya apa, yang jelas kami sudah memberikan undangan kayanya dua hari sebelum RDP,” ujarnya.
Ia menilai pertemuan ini sangat penting bagi masyarakat, sebab masyarakat sudah bersedia menghibahkan tanahnya 50 cm untuk pelebaran jalan dan sudah membuat pernyataan.
“Sekarang yang jadi masalah ada tujuh bidang yang masuk bidangnya pemerintah, katanya. Makanya, kami menyarankan kepada warga RT 9 untuk bersurat kembali meminta ke Komisi I,” bebernya.
Padlianoor juga mengatakan, dengan bersurat kembali maka akar permasalahannya bisa kelihatan. Kemudian dilakukan RDP gabungan antara Komisi I, II dan III yang saling berhubungan.
“Poin utamanya kami kecewa dengan camat dan lurah,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua RT 9 Kelurahan Klandasan Ulu, Sukandar membenarkan bahwa pertemuan tersebut membahas penataan ulang eks kebakaran di wilayahnya.
“Itu penataan, tapi di situ ada indikasi tanah aset yang masuk atau overlap antara warga dengan pemerintah. Namun yang terdampak itu ada dua orang saja,” kata Sukandar.
Sukandar mengungkapkan warga tersebut tidak mau dipindah atau digeser, tapi kalau dipotong lahannya digunakan untuk pelebaran mereka mau. “Soalnya dia sudah bermukim di situ berpuluh-puluh tahun masalahnya,” tuturnya.
Begitu juga dengan bangunan masjid yang berada di dalam yang terkena dengan aset, dikatakannya warga sudah bersepakat tidak mau dihilangkan.
“Masyarakat sudah sepakat itu, bahkan kalau dibangunkan Pemkot masyarakat juga nggak mau. Takutnya, nanti dibangunkan diakui punya kecamatan karena masyarakat punya hak dasarnya di situ.
Dirinya mau menjelaskan secara histori pun tidak sanggup karena kepanjangan.
“Masyarakat tidak ada alas hak, itu historinya panjang, panjang mas. Kenapa pemerintah kota itu belinya ada batasnya pagar setinggi 2 meter, kenapa bisa lompat sampai sekitar 10 meter lebih?, Itu ‘kan aneh. Kita sudah klarifikasi kepada pihak pengembang,” ungkapnya.
Akhirnya, ia menerangkan historinya bahwa kecamatan itu dari Johan Thamrin, namanya PT Pantai Mas Permai. Kemudian dijual kepada PT Timur Marga Jaya, setelah tahun 90an dibangun tapi tidak pernah ditempati.
“Sekitar tahun 2011 itu dibeli Pemkot Balikpapan untuk kecamatan, itu masalahnya. Tapi begitu pengukuran ulang sertifikatnya melompat,” terangnya.
Diakuinya, masyarakat sekitar memang tidak punya sertifikat. Tetapi ada bukti jual beli seperti kwitansi. Meski demikian, orang yang tinggal di situ adalah orang yang paling lama tinggal di kampung tersebut.
“Kemarin kan ada tujuh yang kena aset, tapi karena overlapnya sudah dipotong tinggal tiga warga aja itu. Sementara warga yang tinggal di pinggir laut itu malah sertifikatnya jadi, aku yang urus, aneh ‘kan. Sekarang ini orang lama-lama semua, asli sini semua tapi masuk aset. Nah orang ini yang nggak terima di situ,” jelasnya. (*)