CNBTV.CO.ID – BALIKPAPAN – Gabungan organisasi pers menggelar unjuk rasa di gedung DPRD Balikpapan. Mereka menyuarakan penolakan atas revisi Undang-Undang Pers. Di mana revisi tersebut berpotensi mengkriminialisasi dan membungkam kebebasan pers, hingga kebebasan berekspresi.
Wakil Ketua DPRD Kota Balikpapan, Sabaruddin Panrecalle menyampaikan, dirinya juga ikut mendukung aspirasi gabungan organisasi pers, dengan meneruskan ke DPR-RI, terkait penolakan revisi Undang-undang pers.
“Kita mendengarkan tadi Wali Kota Balikpapan, sudah menyampaikan akan turut menyuarakan aspirasi gabungan organisasi pers kepada Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) saat berkunjung ke Kota Balikpapan dengan menghadiri membuka Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pemerintah Kota Se-Indonesia (Rakernas Apeksi),” ucapnya, kepada awak media, pada Senin (3/6/2024).
“Ketika itu tidak berpihak kepada masyarakat atau publik mari kita lakukan penolakan itu,” tegasnya.
Sabaruddin menyampaikan permohonan maaf Ketua DPRD Balikpapan belum sempat hadir karena sedang dalam tugas luar daerah. Juga saat rapat paripurna, Abdulloh tidak bisa hadir. Tapi dipastikannya aspirasi para wartawan akan diteruskan ke DPR RI.
Pada intinya, Wali Kota Balikpapan sudah menyampaikan kepada semua para wartawan dan kami sebagai unsur pimpinan DPRD Kota Balikpapan juga menyampaikan yang sama.
“Mudah-mudahan hari ini dan seterusnya, Insya Allah Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan hadir berkunjung ke Kota Balikpapan dan Wali Kota Balikpapan menjanjikan itu, yakni akan menyuarakan dengan menyampaikan pada saat nanti di Rakernas Apeksi, terkait penolakan revisi Undang-undang pers,” ujarnya.
Sementara itu, Koordinator aksi, Teddy Rumengan mengatakan revisi tersebut, memuat sejumlah pasal-pasal kontroversi yang disusun Komisi I DPR RI akan memberangus kebebasan pers dan merenggut hak konstitusional masyarakat untuk memperoleh informasi. Selain itu, proses perumusannya pun tidak melibatkan partisipasi masyarakat atau pihak yang berkepentingan sehingga berpotensi terjadi tumpang tindih aturan.
Teddy menyebut ada sejumlah pasal kontroversi dalam revisi Undang-undang Penyiaran. Mulai pasal 8A ayat (1) huruf (q) bahwa KPI berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik. Padahal itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Pers bahwa kewenangan menyelesaikan sengketa pers berada di Dewan Pers.
Lalu ada lagi pasal 34F ayat (2) huruf (e) mengatur penyelenggara platform digital penyiaran dan/atau platform teknologi penyiaran lain wajib memverifikasi konten siarannya ke KPI sesuai Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Isi Siaran (SIS). Penyelenggara penyiaran yang dimaksud dalam pasal ini termasuk kreator yang menyiarkan konten lewat Youtube, TikTok, atau media berbasis user generated content (UGC) lainnya.
“Yang paling rentan terkait pasal 50B ayat (2) huruf c yang melarang penayangan eksklusif hasil produk jurnalistik investigasi. Lalu ada sejumlah aturan yang berpotensi menimbulkan dualisme antara Dewan Pers dan KPI karena dapat memutuskan aduan terkait sengketa jurnalistik,” ujarnya.
Untuk itu, lanjut Teddy, gabungan organisasi Pers Balikpapan menyatakan sikap
- Menolak pembahasan RUU Penyiaran, karena cacat prosedur dan merugikan publik, serta jadi pintu masuk bagi aturan-aturan yang tidak sesuai dengan kebebasan pers.
- Mendesak DPR untuk menghentikan pembahasan RUU Penyiaran karena bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dan penuh multi tafsir serta dapat mengkrimalisasi pers.
- Meminta DPR untuk melibatkan partisipasi publik dan berpedoman pada UU Pers dalam pembuatan regulasi tentang Pers. (*)