CNBTV.CO.ID – BALIKPAPAN — Isu dugaan pungutan liar (pungli) di kawasan wisata Pantai Manggar Segarasari menjadi perhatian serius pemerintah dan legislatif Kota Balikpapan. Namun, alih-alih sekadar menyoal dugaan pelanggaran, pertemuan yang digelar Kamis (3/7/2025) di Aula Lamin Etam justru menyoroti langkah konkret pembenahan kawasan demi kenyamanan pengunjung dan keberlangsungan usaha warga lokal.
Pertemuan ini mempertemukan berbagai unsur: DPRD Kota Balikpapan, Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar), pelaku usaha, pedagang, hingga aparat keamanan. Hadir pula tenaga ahli dan tokoh-tokoh penting, termasuk Ketua Komisi II DPRD Balikpapan Fauzi Adi Firmansyah serta Kepala Disporapar C.I. Ratih Kusuma Wardani.
Dalam sambutannya, Adi menyampaikan bahwa forum ini menjadi wadah untuk mendengarkan langsung suara para pelaku di lapangan. Menurutnya, yang lebih penting dari sekadar mencari siapa yang salah adalah memastikan pengelolaan wisata dilakukan dengan tertib, ramah pengunjung, dan tetap memberi ruang bagi ekonomi lokal.
“Pantai Manggar punya potensi besar. Kami ingin kawasan ini tetap jadi kebanggaan warga Balikpapan, bahkan lebih baik lagi. Tapi semua pihak harus sepakat menjaga ketertiban dan kenyamanan,” ujar Adi.
Salah satu isu yang ramai diperbincangkan adalah praktik penyewaan terpal yang sempat viral karena disebut-sebut mematok tarif hingga Rp200.000. Adi meluruskan bahwa nominal tersebut berlaku untuk empat unit terpal, masing-masing Rp50.000. Penyewaan, katanya, dilakukan atas dasar kesepakatan dan selama tidak mengganggu keindahan atau kenyamanan pengunjung, maka masih diperbolehkan.
Namun demikian, aturan baru ditegaskan: penyedia jasa hanya boleh menawarkan jika ada permintaan. Pengunjung yang membawa tikar sendiri tidak boleh dikenai biaya apa pun. Ini dinilai sebagai upaya menyeimbangkan kepentingan pelaku usaha dan hak pengunjung.
Fasilitas toilet juga masuk dalam daftar evaluasi. Sebagian dikelola pelaku usaha, sebagian lagi oleh UPTD Pantai Manggar. Komisi II menilai penambahan fasilitas sanitasi penting, namun tidak boleh asal bangun. Aspek tata ruang dan estetika kawasan tetap harus dijaga.
“Bukan sekadar membangun, tapi membangun dengan rapi dan berfungsi,” kata Adi.
Lebih dari sekadar penataan fisik, DPRD juga menyoroti pentingnya pemerataan perlakuan terhadap seluruh pihak di kawasan wisata. Penertiban, jika dilakukan, harus menyentuh semua lapisan tanpa diskriminasi.
“Jangan ada pihak yang merasa diperlakukan tidak adil. Penataan harus menyeluruh dan transparan,” tegasnya.
DPRD juga menyuarakan dukungan terhadap kebutuhan dasar para pedagang, mulai dari akses air bersih, fasilitas ibadah, hingga ruang usaha yang layak. Menurut mereka, kawasan wisata hanya bisa berkembang bila kenyamanan pengunjung dan kesejahteraan masyarakat lokal berjalan seiring.
Penataan Pantai Manggar, kata Adi, bukan hanya soal menertibkan, tetapi juga membangun ekosistem wisata yang berkelanjutan. Untuk itu, kolaborasi semua pihak menjadi syarat utama.
“Pemerintah, legislatif, aparat, dan masyarakat harus duduk bersama. Kalau kita kompak, Pantai Manggar bisa jadi destinasi unggulan nasional,” tutupnya. (*)