CNBTV.CO.ID – BALIKPAPAN – DPRD Kota Balikpapan terus mendorong percepatan penanganan stunting melalui regulasi daerah. Lewat Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Senin (6/10/2025) di Hotel Grand Senyiur, DPRD menggandeng para akademisi untuk menyusun kajian dan naskah akademik rancangan peraturan daerah (Raperda) inisiatif tentang percepatan penanganan stunting.
Ketua Komisi IV DPRD Balikpapan, Gasali, mengatakan FGD ini menjadi bagian penting dari inisiatif DPRD dalam membentuk regulasi sebagai landasan hukum penanggulangan stunting di daerah.
“Harapannya perda ini menjadi cantolan hukum, tidak hanya untuk Dinas Kesehatan saja, tapi melibatkan semua pihak. Penanganan stunting harus lintas sektor,” ujarnya.
Gasali menegaskan, regulasi yang tengah disusun juga akan mengakomodasi peran aktif kader PKK hingga tingkat RT, yang selama ini menjadi garda terdepan lewat posyandu. Ia juga menyinggung pentingnya dukungan pemerintah terhadap kader posyandu agar peran mereka semakin maksimal.
Menariknya, dalam FGD tersebut turut dibahas peran ayah dalam penanganan stunting. Gasali menilai, keterlibatan ayah selama ini masih minim, padahal sangat penting. “Selama ini yang aktif di posyandu hanya ibu-ibu. Harusnya para ayah juga ambil bagian, terutama dalam edukasi di tingkat keluarga,” ujarnya.
Ia menambahkan, kolaborasi antara ayah dan ibu sangat krusial untuk memastikan bayi mendapatkan perhatian dan asupan yang tepat sejak dini. Menurutnya, edukasi peran ayah bisa dimulai dari kebijakan yang lebih fleksibel, misalnya soal jam kerja yang memungkinkan para ayah hadir dalam kegiatan posyandu.
Kasus Naik, Kesadaran Masih Rendah
Gasali mengaku terkejut saat mengetahui bahwa prevalensi stunting di Balikpapan justru mengalami kenaikan pada 2025 dibanding tahun sebelumnya. Padahal sebelumnya sempat turun di angka 19 persen.
“Ini jadi catatan penting. Target nasional 14 persen masih jauh. Kita harus evaluasi dan maksimalkan upaya agar bisa menekan angka stunting di bawah standar nasional,” tegasnya.
Menurutnya, salah satu penyebab utama stunting adalah kurangnya nutrisi dan rendahnya kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan layanan posyandu. “Masih banyak orang tua yang tidak memeriksakan bayinya secara rutin. Ini soal kesadaran. Bahkan sebelum menikah pun sudah harus ada edukasi soal gizi dan kesehatan,” ujarnya.
Ia menyoroti masih adanya praktik pernikahan dini. Tahun ini saja, tercatat 18 pasangan di bawah umur menikah. “Ini menjadi perhatian serius, karena pernikahan dini sangat berpengaruh terhadap kesiapan orang tua dalam mengasuh anak, termasuk soal gizi dan kesehatan.”
Perlu Edukasi Sejak Dini
Untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat sejak dini, Komisi IV DPRD akan mendorong dinas terkait melakukan sosialisasi hingga ke sekolah-sekolah. Edukasi akan difokuskan pada pentingnya peran keluarga dalam penanganan stunting.
“Kami akan mendorong DP3AKB dan dinas terkait agar lebih intens masuk ke sekolah-sekolah, memperkenalkan program Genre (Generasi Berencana), serta memberi pemahaman kepada remaja soal bahaya stunting,” jelasnya.
FGD juga melibatkan akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), yang membuka peluang kerja sama dalam program Kuliah Kerja Nyata (KKN) untuk membantu pelaksanaan program pencegahan stunting di Balikpapan.
“Tim ahli sudah mengidentifikasi titik-titik lemahnya. Jadi tinggal bagaimana kita eksekusi dan libatkan semua stakeholder agar penanganan stunting ini benar-benar efektif,” pungkas Gasali. (*)