DPRD Balikpapan Serukan Perlindungan Satwa di Hari Hak Asasi Binatang

  • Bagikan

CNBTV.CO.ID – BALIKPAPAN – Di tengah geliat kota yang terus membentang ke utara, ada suara yang mengingatkan: bukan cuma manusia yang punya hak hidup. Setiap tanggal 15 Oktober, Hari Hak Asasi Binatang diperingati sebagai momen refleksi—dan tahun ini, DPRD Balikpapan menggunakannya sebagai panggilan untuk peduli pada makhluk hidup lain yang kerap terabaikan: binatang.

Lewat unggahan media sosial resminya, DPRD Balikpapan menyuarakan ajakan menjaga keseimbangan ekosistem dengan cara paling sederhana menghormati kehidupan satwa.

“Mari bersama menjaga keseimbangan alam dengan menghormati keberadaan satwa dan lingkungan tempat mereka hidup,” tulis mereka.

Pesan ini bukan sekadar formalitas tahunan. Balikpapan punya sejarah panjang dengan satu spesies langka yang menjadi identitasnya sejak 2002: beruang madu. Hewan ini bukan hanya simbol kota, tapi juga pengingat tentang tanggung jawab konservasi yang tak boleh ditangguhkan.

Ketika Simbol Harus Dijaga

Simbol bukan cuma soal lambang di atas kertas. Di KM 23 Balikpapan Utara, tujuh ekor beruang madu tinggal di kawasan konservasi Kawasan Wisata Pendidikan Lingkungan Hidup (KWPLH). Mereka adalah individu yang tak bisa dilepasliarkan lagi entah karena kehilangan induk, trauma, atau cedera. Tapi tempat itu bukan cuma tempat tinggal mereka, melainkan juga pusat edukasi yang membuka mata banyak orang.

Menurut Anggota Komisi III DPRD Balikpapan, Wahyullah Bandung, keberadaan KWPLH dan peringatan Hari Hak Asasi Binatang perlu terus dimaknai lebih dalam—terutama oleh warga Balikpapan sendiri.

“Binatang juga punya hak asasi. Kalau manusia sudah melekat sejak lahir, binatang perlu diingatkan terus. Lingkungan rusak itu tanda bahaya bukan cuma buat manusia, tapi seluruh makhluk hidup,” ujarnya, pada Jumat (17/10/2025).

Ia menekankan pentingnya edukasi soal hak satwa kepada generasi muda. Baginya, beruang madu bukan hanya maskot, tapi juga cermin dari potensi wisata konservasi yang bisa dikembangkan tanpa merusak.

“Anak muda harus paham dan peduli. Kita punya identitas kuat dengan beruang madu. Bahkan Persiba Balikpapan pun pakai nama itu. Jadi mestinya ada tanggung jawab moral juga,” tambah Wahyullah.

Meskipun kini KWPLH dikelola Pemprov Kalimantan Timur, ia menegaskan bahwa keterlibatan Pemkot dan masyarakat tetap penting untuk memastikan maskot kota ini tak hanya jadi ikon, tapi tetap hidup dan lestari.

Satwa Lain, Masalah Lain

Tapi masalah satwa di Balikpapan tak berhenti di beruang madu. Ada masalah yang lebih dekat, lebih “sehari-hari”—dan justru sering luput: hewan liar seperti kucing dan anjing jalanan.

Wahyullah menyoroti kondisi seperti di Taman 3 Generasi, di mana banyak kucing liar hidup tanpa pengelolaan yang jelas. Padahal, menurutnya, fasilitas sudah tersedia.

“DKP3 punya dokter hewan dan klinik. Seharusnya bisa lebih aktif menjangkau binatang-binatang liar itu,” ucapnya.

Tahun 2021, DPRD sempat menerima audiensi dari Koalisi Pembela Hewan yang mendesak dibuatnya Perda larangan perdagangan daging anjing dan kucing. Tapi hingga kini, regulasi itu belum juga jadi kenyataan. Alasan klasik: aspek hukum dan kajian teknis belum rampung.

“Perda bisa saja dari DPRD atau pemkot. Tapi butuh kajian serius. Untuk sekarang, minimal kita mulai dari satwa langka dan binatang peliharaan di sekitar kita. Itu dulu,” pungkas Wahyullah. (*)

banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *